Kamis, 14 Juni 2012

SEJARAH kURIKULUM DI INDONESIA


Sejarah Kurikulum di Indonesia
Dalam menelusuri sejarah pendidikan di Indonesia, ada baiknya jika pembahasan ini dimulai sejak masa sejarah Indonesia, atau masa dimana tulisan telah ditemukan. Sehingga demikian, sejarah ini akan dijabarkan pada masa pra-kemerdekaan 1945 yang dimulai sejak masa klasik Hindu-Budha hingga pendudukan Jepang, dan masa pasca-kemerdekaan 1945 yang ditandai dengan gonta-ganti kurikulum pendidikan.
Baca Selanjutnya ...

  1. Masa pra-kemerdekaan.
  1. Masa hindu-budha.
Agama hindu dan Budha sudah mulai masuk ke nusantara sejak abad ke-4. Bukti awalnya adalah ditemukan prasasti Yupa Kerajaan Kutai yang menceritakan tentang upacara keagamaan di sana. Di dalam sistem sosial masyarakatnya pun, pendidikan juga sudah mulai berkembang. Pengajaran agama dari para pendeta ke masyarakat dan kalangan bangsawan sudah tentu menggunakan sebuah sistem yang terstruktur. Tulisan Pallawa dan Sansekerta yang digunakan dalam tiap prasasti pun, tentu ada sistem pengajaran yang digunakan sehingga masyarakat pribumi mampu menguasainya.
2.      Masa Islam.
Pada masa Islam, sistem pendidikan merupakan akulturasi dari sistem patapan Hindu-Budha dengan konsep menyendiri (Uzlah) yang telah dikenal di Islam. Di masa ini pula, terkadang seseorang butuh untuk menyendiri ke luar masyarkat untuk mendapatkan apa yang dinamakan Ilham atau wangsit. Dari perenungan dan pertapaan ini, seseorang akan memperoleh pencerahan dan ilmu yang diyakini langsung berasal dari Tuhan.
Selain itu, sistem mandala yang dikenal masa Hindu-Budha juga dapat dijumpai dengan sistem pesantren dan pemondokan yang ada di masa Islam. Antara ulama/kyai dan santri/murid sama-sama berada di sebuah pondok, yang di sana saling berinteraksi tidak hanya untuk menyerap ilmu, tapi mendapatkan pengalaman hidup yang dimiliki para guru. Di dalam pondok pula, ada pembagian tugas antara ulama dan santri yang mengajarkan tentang makna kerjasama dan tanggung jawab.
3.      Masa VOC.
Pada masa VOC ( abad 17 – 18), sistem pendidikan dikelola oleh gereja. Sistem ini tidak diatur oleh pemerintah pendudukan, melainkan oleh para pastur atau biarawan. Sistem yang digunakan berlandaskan dengan ajaran agama Nasrani yang mengunakan konsep asrama pula. Namun, pada masa ini, pendidikan hanya untuk tingkat dasar sebatas mengajarkan baca, tulis, dan menghitung.
.
  1. Masa Hindia Belanda.
Pada masa nusantara dikendalikan langsung oleh Kerajaan Belanda, sistem pendidikan sudah mulai terstruktur. Jenjang-jenjang pendidikan sudah ditetapkan dengan menganut prinsip-prinsip yang jelas. Adapun dalam masa ini, sistem pendidikan masa kolonial dibuat sekuler atau menjauh dari kecenderungan agama atau etnis tertentu. Pemerintah langsung mengelola pendidikan, bukan para biarawan lagi. Selain itu, rekrutmen siswa dibuat secara diskriminatif. Sekolah-sekolah dibuat berdasarkan lapisan sosial di dalam masyarakat. Dengan kata lain, akan dibedakan sekolah baik untuk pelajar keturunan Eropa atau bagi para pribumi. Bahkan sekolah untuk pribumi pun, hanya diperuntukan bagi mereka yang berasal dari kalangan bangsawan atau aristrokat.
Secara umum, sistem pendidikan di Indonesia pada masa penjajahan Belanda sejak diterapkannya Politik Etis dapat digambarkan sebagai berikut:
  • Pendidikan dasar meliputi jenis sekolah dengan pengantar Bahasa Belanda (ELS, HCS, HIS), sekolah dengan pengantar bahasa daerah (IS, VS, VgS), dan sekolah peralihan.
  • Pendidikan lanjutan yang meliputi pendidikan umum (MULO, HBS, AMS) dan pendidikan kejuruan.
  • Pendidikan tinggi. Hal ini dapat dilihat dengan berdirinya sekolah-sekolah kejuruan. Misal STOVIA(1902) yang kemudia berubah jadi NIAS(1913) dan GHS adalah cikal bakal dari fakultas kedokterannya UI. Rechts School (1922) dan Rechthoogen School (1924).
  1. Masa Pendudukan Jepang.
Saat perang Asia Timur Raya meletus (1942 – 1945), Indonesia tidak luput dari sasaran pendudukan tentara Jepang. Dengan pasukan gerak cepatnya, tentara Jepang dengan mudah dapat menaklukan pemerintah Hindia Belanda pada awal tahun 1942. Dengan peralihan kekuasaan ini, tentu banyak perubahan baik dari segi politik, ekonomi, sosial, hingga pendidikan. Semua kebijakan yang diterapkan, sudah tentu, ditujukan bagi kepentingan Jepang yang sedang berperang melawan sekutu.
Di bidang pendidikan, ada perubahan yang jelas terjadi. Salah satunya adalah penggunaan bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi pengantar di sekolah. Hal ini tentu sebuah terobosan besar di Indonesia sendiri. Sebelumnya, bahasa pengantar yang digunakan semasa penajajahan Belanda adalah bahasa Belanda atau bahasa daerah masing-masing. Penggunaan bahasa Indonesia ini, secara langsung telah memupuk rasa nasionalisme bangsa Indonesia terhadap identitasnya sendiri
Adapun sistem pendidikan di masa Jepang ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
  • Pendidikan Dasar (Kokumin Gakko / Sekolah Rakyat). Lama studi 6 tahun. Termasuk SR adalah Sekolah Pertama yang merupakan konversi nama dari Sekolah dasar 3 atau 5 tahun bagi pribumi di masa Hindia Belanda.
  • Pendidikan Lanjutan. Terdiri dari Shoto Chu Gakko (Sekolah Menengah Pertama) dengan lama studi 3 tahun dan Koto Chu Gakko (Sekolah Menengah Tinggi) juga dengan lama studi 3 tahun.
  • Pendidikan Kejuruan. Mencakup sekolah lanjutan bersifat vokasional antara lain di bidang pertukangan, pelayaran, pendidikan, teknik, dan pertanian.
  • Pendidikan Tinggi..
2.      Masa kemerdekaan.
Pada masa ini, ditandai dengan sering berubahnya kurikulum pendidikan yang digunakan oleh pemerintah Indonesia. Sebagai perangkat pengajaran yang digunakan untuk pengembangan manusia Indonesia, kurikulum kerap berganti tergantung dengan keadaan politik dan situasi nasional serta global.
  1. Kurikulum 1947.
Ini merupakan kurikulum pertama yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia merdeka. Dalam sistem kurikulum ini, tak jauh adalah adopsi dari sistem yang diberlakukan semasa masa penjajahan. Namun, ada penyesuaian dengan keadaan negara yang telah merdeka, seperti ditetapkannya Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengatar satu-satunya. Hal ini terkait dengan isu bangsa yang sedang mempertahankan kemerdekaan dari Belanda. Patriotisme dan nasionalisme ditanamkan demi perjuangan tersebut. Adapun ciri kurikulum 1947 ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
  • Sifat kurikulum Separated Subject Curriculum (1946-1947). Hal ini mengacu pada pemberian mata pelajaran yang antara satu mata pelajaran dengan yang lainnya tidak ada keterkaitan sama sekali.
  • Menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di sekolah.
  • Jumlah mata pelajaran : Sekolah Rakyat (SR) – 16 bidang studi, SMP-17 bidang studi dan SMA jurusan 19 bidang studi.
2.      Kurikulum 1968
Kurikulum ini dibuat sebagai perbaikan atas kurikulum sebelumnya. Antar mata pelajaran, mulai dilakukan pengorganisasian untuk mengelompokan beberapa matakuliah agar terjalin keterkaitan. Hal ini pada nantinya akan menuju pada pemisahan disiplin ilmu yang terjadi pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Selain itu, keadaan politik pasca gerakan september 30 tahun 1965, membuat ada tekanan khusus pada pendidikan manusia Indonesia menjadi para pancasilais yang sesungguhnya. Adapun ciri kurikulum ini adalah sebagai berikut:
  • Sifat kurikulum correlated subject.
  • Jumlah mata pelajaran SD-10 bidang studi, SMP-18 bidang studi (Bahasa Indonesia dibedakan atas Bahasa Indonesia I dan II), SMA jurusan A-18 bidang studi.
  • Penjurusan di SMA dilakukan di kelas II, dan disederhanakan menjadi dua jurusan, yaitu Sastra Sosial Budaya dan Ilmu Pasti Pengetahuan Alam (PASPAL).



3.      Kurikulum 1975.
Dalam kurikulum ini, satu hal yang menonjol adalah dengan digunakannya sistem instruksional. Dalam tiap mata pelajaran, diberikan tujuan kurikulum, dan di tiap bahasan, diberikan pula tujuan instruksional bagi guru dan siswa apa yang harus dicapai. Jadi dalam pengajaran, sudah ditentukan tujuan-tujuan yang setelah proses belajar, harus dicapai oleh siswa. Hal ini tentu saja membuat bahan ajar tidak bisa berkembang. Proses belajar ditentukan terlebih dahulu oleh pembuat kebijakan tentang output yang ingin dihasilkan. Siswa dan guru akan cenderung lebih pasif dalam proses belajar mengajar. Adapun ciri-ciri lebih lengkap kurikulum ini adalah sebagai berikut:
  • Berorientasi pada tujuan.
  • Menganut pendekatan integrative dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti dan peranan yang menunjang kepada tercapainya tujuan-tujuan yang lebih integratif.
  • Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.
  • Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Sistem yang senantiasa mengarah kepada tercapainya tujuan yang spesifik, dapat diukur dan dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa.
  • Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon (rangsang-jawab) dan latihan (drill).
4.      Kurikulum 1984.
Perbaikan yang dilakukan dalam kurikulum ini adalah adanya CBSA dan sistem spiral. CBSA adalah singkatan dari Cara Belajar Siswa Aktif. Di sini, siswa akan lebih dilibatkan dalam pengembangan proses belajar mengajar. Meski isistem instruksional masih tetap dipertahankan, namun siswa diberi kebebasan untuk mengembangkan cara untuk mencapai tujuan tersebut. Di sini pusat pembelajaran mulai bergeser dari teacher oriented, ke student oriented. Selain itu, ada pula sistem spiral yang tiap jenjang pendidikan mata pelajaran akan berbeda dari segi kedalaman materi. Sehingga demikan, semakin tinggi jenjang pendidikannya, maka materi yang diberikan akan semakin dalam dan detil. Adapun ciri umum kurikulum ini adalah sebagai berikut:
  • Berorientasi kepada tujuan instruksional.
  • Pendekatan pengajarannya berpusat pada anak didik melalui cara belajar siswa aktif (CBSA).
  • Materi pelajaran dikemas dengan nenggunakan pendekatan spiral.
  • Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan.
  • Menggunakan pendekatan keterampilan proses.
5.      . Kurikulum 1994.
Secara umum, perubahan pada kurikulum ini terletak pada penitikberatan pada materi atau isi pengajaran. Oleh kurikulum, materi dan isi bahan pelajaran dipadatkan. Siswa dituangi oleh banyak sekali materi pelajaran. Sistem yang seharusnya berpusat pada siswa, tidak berjalan dengan baik di kurikulum ini. Sebab, tuntutan materi yang amat banyak, memaksa guru untuk melakukan pendidikan satu arah dan tidak memberikan siswa kesempatan untuk berpendapat atau mengembangkan materi pelajaran. Menurut banyak ahli, kurikulum ini dianggap merosotkan kualitas pendidikan nasional Indonesia. Materi pelajaran yang terlalu banyak menyebabkan siswa bosan dan tidak bersemangat dalam mengembangkan ilmu yang di dapat. Adapun ciri umum dari kurikulum ini adalah sebagai berikut:
  • Sifat kurikulum objective based curriculum
  • Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan.
  • Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi).
  • Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia.
  • Dalam pelaksanaan kegiatan, guru menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial.
  • Nama SMP dan SLTP kejuruan diganti menjadi SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama),dan SMA diganti SMU (Sekolah Menengah Umum).
  • Penjurusan di SMU dilakukan di kelas II, f) penjurusan dibagi atas tiga jurusan, yaitu jurusan IPA, IPS, dan Bahasa.
  • SMK memperkenalkan program pendidikan sistem ganda (PSG).
6.      . Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).
Ini merupakan kurikulum yang dikembangkan pada masa reformasi. Di masa ketika kebebasan itu amat dihargai, timbul harapan dari masyarakat untuk menciptakan proses belajar mengajar yang bebas dan interaktif. Antara guru dengan murid diharapkan tercipta interaksi dua arah yang mampu menciptakan proses belajar yang menyenangkan. Jika sistem kurikulum terdahulu menekankan pada materi atau isi yang harus dituangkan semua ke siswa, kini siswa dapat mengembangkan sendiri kompetensinya dengan bimbingan dari guru. Penilaian pun dilakukan berbasis proses belajar. Adapun ciri umum kurikulum ini adalah sebagai berikut:
  • Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
  • Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
  • Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
  • Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
  • Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
7.      . Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Setelah berjalan dua tahun, kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dikembangkan menjadi kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP 2006). Dalam kurikulum baru ini, secara teknis tidak ada yang jauh berbeda dengan sebelumnya. Namun, ada penekanan pada pengembangan kurikulum yang dilakukan oleh satuan pendidikan masing-masing. Dengan kata lain, pengembangan kurikulum kini dikembangkan dengan sistem desentralisasi. Setiap sekolah bisa mengembangkan kurikulumnya masing-masing setelah disesuaikan dengan karakteristik dan keunggulan di daerahnya. Diharapkan, sistem ini akan lebih mengakomodasi keberagaman yang ada di Indonesia dengan maksimalisasi pada proses pencapaian kompetensi siswa. Adapun ciri umum KTSP dapat dijelaskan sebagai berikut:
  • Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa, baik secara individual, maupun klasikal.
  • Berorientasi pada hasil belajar (learning out comes) dan keberagaman.
  • Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
  • Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
  • Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar